Harakahdaily
KAHERAH, 20 Jan: Ikhwan Muslimin telah mengumumkan Mursyid Am barunya iaitu Dr Muhammad Badi’ Abdul Majid Samy, 67 tahun.

Beliau adalah Mursyid Am kelapan bagi jemaah Ikhwan Muslimin yang diasaskan oleh Mursyid Am Pertama, Imam Hasan Al-Banna pada tahun 1928.

Dr Muhammad Badi’ (GAMBAR) menggantikan Mursyid Am KeTujuh, Ustaz Mahdi Akef yang tidak berhasrat menyambung jawatannya apabila umurnya melebihi 80 tahun.

Dr Muhammad Badi’ dilahirkan pada 7 Ogos 1943 di Al-Mahalla Al-Kubra, negeri Al-Gharbiyah, Mesir. Isteri beliau bernama Sumaiyah Asy-Syanawy, bekas pengetua Madrasah Ad-Dakwah Al-Islamiyah di Bani Suef, Mesir.

Beliau adalah anak kepada Haji Muhammad Ali Asy-Syanawy yang merupakan generasi awal Ikhwan Muslimin dan termasuk yang dijatuhkan hukuman mati oleh kerajaan taghut Mesir dibawah Presiden Jamal Abdul Nasir pada tahun 1954 tetapi kemudiannya diringankan kepada penjara seumur hidup. Mereka dikurniakan tiga orang anak, Ammar, Bilal dan Dhuha.

Ustaz Mahdi Akef mengumumkan nama Dr Mohd Badi’ Abd Majid Saamy sebagai Mursyid Am Ikhwan Muslimin kelapan dalam sidang akhbar antarabangsa di Kaherah, Mesir jam 11.00 am (waktu Mesir) tadi.

Berikut disertakan sedikit profil diri Dr Badi'

Muhammad Badi Abdul Majid Samy, lahir 7 Agustus 1943, di kota Mahalla al-Kubra, dikenal seorang tokoh Ikhwan yang sangat ulet, teguh dalam pendirian, memiliki keyakinan yang kokoh terhadap cita-cita, dan memiliki pandangan-pandangan yang banyak mengadopsi pemikiran Sayyid Qutb. Badi menikah dengan Samia al-Ashnawy, mantan Direktur Sekolah Dakwah Islam, dan ia adalah adik kandung dari tokoh Ikhwan generasi awal, Ali Ashnawy, seorang pilot, yang dihukum mati tahun 1954 oleh Presiden Gamal Abdul Nasser, karena dituduh terlibat makar.

Dari perkawinannya itu, antara Badi dengan Sami memperoleh anak, diantaranya Ammar seorang insinyur dibidang komputer, Bilal ahli radiologi, Doha ahli dibidang pharmasi. Badi dan Samia juga telah dikaruniai cucu, Roaa, Habib, Eyad, dan Tameem.

Riwayat pendidikan Badi, cukup unik, yaitu sarjana kedokteran hewan tahun 1965, dan setelah lulus, mengajar di Fakultas Kedokteran Hewan, di tahun 1965. Selanjutnya, Badi melanjutkan kuliah, sampai kemudian mendapatkan master di bidang kedokteran hewan di tahun 1977 dari Universitas Zagazig. Tak lama kemudian Badie mendapatkan gelar doktor dibidang kedokteran hewan di tahun l979 di Universitas Zagazig. Sesudah mengajar dibidang yang digelutinya selama beberapa tahun, Badi menjadi asisten Profesor dibidang kedokteran hewan di tahun 1983 di Universitas Zagazig.

Murysid 'Aam IKhwanul Muslimin yang ke VIII ini, pernah menjadi tenaga ahli di bidang kedokteran hewan di Sana'a (Yaman), antara tahun 1982-1986. Ia terus melanjutkan keahlian dibidang kedokteran hewan, dan mendapatkan gelar Profesor di bidang kedokteran hewan, tahun l987, dari Universitas Kairo -Cabang di Bani Suef. Badie juga menjadi ketua Departmen Pathology, pada Fakultas Kedokteran Hewan di Beni Suef tahun 1990. Tokoh baru Ikhwan itu, juga menjadi supervisi 15 orang master, dan 12 orang PhDs, dan puluhan ilmuwan yang melakukan penelitian yang sedang mengambil spesialis dibidang kedokteran hewan.

Badie sekarang sebagai Profesor di Departemen Pathology Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Beni Suef. Ia juga menjadi Sekjen Organisasi Assosiasi Dokter Hewan selama dua tahun. Ia juga anggota dewan Organisasi profesi dibidang profesi obat-obatan selama setahun. Kegiatan lainnya, Badie aktif dibidang sosial dan ilmu pengetahuan, dan selebihnya menjadi anggota Dewan Pemerintahan, khususnya Organisasi Islam yang menangani masalah Kesejahteraan di kota Mahalla al-Kubra.

Riwayat keterlibatan Badie di Gerakan Ikhwan, dimulai sejak tahun 1975 menjadi anggota bagian bidang administrasi Ihwan di Mahalla, di tahun 1977 menjadi kepala administrasi Ikhwan di kota Mahalla, tahun 1986 bekerja dibidang pendidikan di Sana'a (Yaman), di tahun 1990 menjadi ketua Ikhwan di Bani Suef, dan menjadi ketua bidang pendidikan di Beni Suef. Interaksi yang inten dengan Gerakan Ikhwan itu, membuat pribadi Badi sebagai seorang pemimpin yang sangat tangguh.

Selanjutnya, sebagai Anggota pusat Assosiasi di bidang Kedokteran Hewan, yang mengantarkan dirinya menjadi orang yang paling mendalami dibidang kedokteran hewan. Badie memiliki reputasi dibidang kedokteran hewan, yang sangat langka dalam bidang ini. Sampai sekarang ini ia terus mengeluti bidangnya, ditengah-tengah kesibukannya menjadi pemimpin gerakan Islam terbesar di dunia. Inilah pelajaran yang menarik seorang tokoh pergerakan Islam dengan latar belakang yang langka, dan bukan ulumul syar'i.

Karena keterlibatan yang sangat inten dalam pergerakan Ikhwan ini, maka Badi di tahun 1996 terpilih menjadi anggota Maktabul Irsyad (dewan pembimbing), dan di tahun 2007, tokoh yang memiliki kepribadian yang unik, dan sangat teguh pendiriannya ini, di pilih menjadi anggota pusat Maktabul Irsyad, sampai kemudian ia ditahan oleh fihak keamanan Mesir.



Pengalaman Badi juga pernah dipenjara bersama dengan Sayyid Quthb, di tahun 1965. Ia dijebloskan penjara selama 15 tahun di penjara militer, dan bertemu dengan seorang tokoh dan ideolog Ikhwan yaitu Quthb, dan dibebaskan sesudah dijalaninya selama 9 tahun. Setelah dibebaskan di tahun 1974, Badie kembali melanjutkan profesi sebagai dosen di Universitas Zagazig, serta mengajar di Yaman, dan kembali ke Universitas Kairo di Bani Suef. Ia berulang-ulang dimasukkan penjara oleh rejim Mesir, sampai tahun l999, di mana ia dijatuhi hukuman 5 tahun.

Badi yang menikah dengan Samia yang merupakan adik dari Ali Ashnawy yang telah digantung oleh Gamal Abdul Nasser ini, akan menjadi nakhoda baru dari pergerakan Ikhwan, yang bertanggungjawab menghadapi tantangan masa depan Ikhwan yang sangat rumit dan pelik, terutama tantangan internal dan eksternal. Badi telah teruji mengarungi perjalanan dakwah yang panjang bersama dengan Gerakan Ikhwan.

Mahdi Akif sendiri meninggalkan kepemimpin Jamaah Ikhwan dengan hati yang lapang, di tengah-tengah berbagai terpaan isu dan pandangan negatif terhadap Ikhwan, tapi tokoh yang masih berhubungan dengan Hasan Al-Banna itu, nampak ikhlas meninggalkan posisinya sebagai Mursyid 'Aam, tanpa harus bersikeras untuk mempertahankan terus menerus. Padahal, saat ini Ikhwan menjadi sebuah barometer politik di Mesir, khususnya dalam menghadapi pemerintah. Ikhwan di Mesir menjadi kekuatan utama oposisi, yang tidak mau melakukan tawar menawar dengan kekuasaan Husni Mubarak. Semua akan menepis adanya pengelompokkan dan pengkubuan di dalam tubuh Ikhwan, antara yang disebut konservatif dengan reformis.

Mahdi Akif, meninggalkan posisinya sebagai Murysid 'Aam, sesuai dengan aturan anggaran dasar (Nidhom 'Aam) Ikhwan, yang sejak meninggalnya Mustafa Masyhur, Mursyid 'Am yang ke VI, jabatan Mursyid 'Aam, tidak lagi seumur hidup, tapi dibatasi hanya dua periode. Mahdi Akif jujur dan komitment pada aturan organisasi, dan kemudian sebagai pucuk pimpinan Ikhwan, ia meninggalkan posisinya sebagai Mursyid 'Aam, tanpa harus terbebani lagi dengan jabatan itu.